Bismillahirrahmaanirrahiim.
Ada sebuah pertanyaan sederhana: “Mengapa saat ini PKS terpuruk?
Mengapa mereka bisa sampai ke titik nestapa menyakitkan seperti itu? Apa
salah mereka, apa salah kader-kadernya?”
Dalam memandang persoalan PKS ini kita bisa melihat dari dua sisi:
POLITIK dan SYARIAT.
Secara politik, benar kata sebagian cendekiawan
Muslim, janganlah kita terlalu menghakimi PKS; sebab hal itu akan
merugikan perjuangan politik kaum Muslimin juga. Tetapi secara Syariat,
pandangan kritis, koreksi, nasehat, analisis, dan seterusnya harus
disampaikan. Mengapa? Karena kasus yang membelit elit PKS itu terkait
dengan masalah risywah (suap) dan gratifikasi seks. Kalau kita bersuara
kalem, mencari 1001 alasan toleransi, atau menutup-nutupi masalah ini,
jelas Syariat Islam yang akan dikorbankan. Nanti masyarakat akan
berkomentar: “Oh ternyata, kalau yang melakukan suap dan seks ilegal
kalangan elit partai Muslim, gak apa-apa ya.” Ini sangat berbahaya.
Menurut saya, sebatas pengetahuan dan pemahaman yang saya ketahui, PKS terpuruk karena dua alasan besar: arogansi elit dan keterbelahan komunitas. Hal-hal ini menjadi sebab yang membuat partai itu terpuruk.
AROGANSI ELIT PKS.
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa
elit-elit PKS sangat sombong dan angkuh. Mereka nyaris tidak pernah mau
mendengar nasehat, masukan, kritik, atau taushiyah dari
saudara-saudaranya sesama Muslim. Kasus-kasus politik sudah banyak
beredar, sejak tahun 2004 sampai saat ini. Tidak terhitung banyaknya
suara-suara, aspirasi, dan harapan dari kaum Muslimin agar PKS lebih
peduli dengan nasib kaum Muslimin dan persoalan hidupnya. Tetapi
elit-elit PKS seperti punya road map (peta jalan) sendiri. Mereka tidak peduli dengan suara-suara itu, bahkan cenderung meremehkan.
Nasehat-nasehat telah banyak berhamburan ke meja elit PKS. Bahkan
mundurnya kader, ustadz, serta pendukung PKS merupakan signal-signal
yang mestinya ditangkap. Bahkan kekalahan PKS dalam even-even politik,
seperti kekalahan dalam Pemilu 2009 di wilayah Jakarta dan Pilkada
Jakarta 2012, mestinya itu juga menjadi nasehat. Ketika meledak kasus
anggota DPR nonton video porno saat sidang paripurna, itu juga nasehat
perih bagi mereka. Tetapi semua itu ditepiskan begitu saja oleh
elit-elit PKS. Seakan partai ini benar-benar merasa tidak membutuhkan orang lain sedikit pun (kecuali bagi yang punya duit).
Inilah arogansi. Ini sangat berbahaya. Innallaha laa yuhibbu kulla mukhtalin fakhur
(sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri). Sombong ini adalah watak para tiran seperti Namrudz,
Fir’aun, Abrahah, Abu Jahal, dan seterusnya. Bahkan kesombongan itu
yang membuat Iblis terkena laknat Allah Ta’ala sampai akhir zaman.
Ketika elit-elit PKS merasa besar, merasa pintar, merasa paling waqi’
dalam soal politik, merasa tidak membutuhkan orang lain; maka datanglah
nasehat-nasehat manusia untuk mengingatkan mereka. Namun ketika nasehat
itu sudah menumpuk, tak didengarkan juga; akhirnya datanglah NASEHAT ILAHIYAH
yang sangat menyakitkan. Pemimpin tertinggi PKS terlibat kasus suap,
dan disana ada intrik-intrik permainan perempuan. Masya Allah,
nas’alullah al ‘afiyah.
KETERBELAHAN KOMUNITAS.
Jujur, kalau bicara tentang
PKS, kita seperti serba salah. Jika melihat kelakuan elit-elit PKS,
mereka sangat arogan, oportunis, dan terkesan berpolitik “menghamba
kekuasaan” belaka. Apalagi kalau membayangkan sosok Fahri Hamzah saat
lagi bicara menggebu-gebu, dengan bibirnya yang bergerak kesana-kemari.
Tetapi bagi pengikut, pendukung, para kader PKS di bawah, mereka itu
insya Allah baik-baik. Mereka itu tampak tulus, beramal sekuat
kemampuannya, banyak berkorban, dan bersusah-payah demi kebaikan
masyarakat. Mereka rajin shalat, rajin majelis taklim, rajin membaca Al
Qur’an, mereka memakai busana Muslimah, dan seterusnya. Mereka ini
rata-rata baik, tulus, dan insya Allah mereka aktif dalam perjuangan PKS
karena Lillahi Ta’ala.
Disini kita menyaksikan ada GAP (keterbelahan) yang jauh antara
elit-elit PKS dan para kader/pendukung mereka di bawah. Di lapisan bawah
masih tekun dan rajin berjuang sebagai Partai Dakwah; di tingkat elit
kelakuan mereka sangat buruk, dengan sengaja menjual dukungan
kader/bawahan untuk mencapai keuntungan-keuntungan politik. Fungsi para
kader/pendukung itu seperti TANGGA yang diinjak-injak orang agar bisa
mencapai posisi tinggi. Bukan rahasia lagi bahwa elit-elit PKS hidupnya
glamour, menumpuk kekayaan, dari hotel ke hotel; tetapi para bawahan
disana hidup sengsara untuk sekedar survive.
Ada keterputusan aspirasi dari bawah ke atas. Kalangan bawahnya
baik-baik, sementara kalangan atasnya berfoya-foya dengan dunia. Masya
Allah, laa haula wa laa quwwata illa billah.
Mungkin pertanyaannya: “Mengapa kader-kader atau para pendukung itu
diam saja? Mengapa mereka tidak melakukan koreksi atau perbaikan? Apa
mereka tidak punya kemandirian?”
Jawabannya:
Pertama: mereka sudah melakukan itu semua. Tetapi aspirasi mereka mampet
(tersumbat). Seakan aspirasi mereka “hanya ditampung saja” sembari
tidak ada niatan dilaksanakan. Tetapi kalau kader-kader itu sekaya
Chairul Tanjung, Adang Dorodjatun, atau Hary Tanoe; yakinlah elit-elit
PKS akan menggelar karfet merah untuk menyambutnya.
Kedua: sistem hirarki politik ketat yang diterapkan
di tubuh PKS membuat semua aspirasi yang disampaikan oleh bawahannya
mudah dimentahkan begitu saja. Kalau aspirasi itu tidak sesuai dengan
kepentingan dan selera elit partainya, ia seketika dibuang ke tempat
sampah. Bahkan kader-kader yang terkenal kritis tidak sedikit
di-isolasi, dipinggirkan, atau digosipkan dengan rumor-rumor tertentu.
Singkat kata, kalau melihat PKS, mesti dibedakan antara ELIT
POLITIK-nya dan para KADER/pendukungnya. Itu berbeda. Mereka memiliki
dunia dan sikap politik sendiri-sendiri. Saya sendiri (dalam blog ini)
kalau mengkritik PKS, sebenarnya lebih mengkritik ke elit-elitnya yang
memutuskan kebijakan politik; bukan mengkritik kader/pendukungnya yang
masih baik-baik.
Nah, inilah alasan utama keterpurukan PKS saat ini. Mereka terpuruk,
karena elit-elitnya sudah tak mampu mendengar nasehat lagi; mereka
terlalu arogan. Akibatnya, datanglah NASEHAT ILAHIYAH yang rasanya
ketika menimpa mereka, amat sangat menyakitkan dan menekan. Ya, kalau
manusia sudah tak mampu menasehati, Rabbul ‘alamin yang akan menasehati.
Lalu solusinya bagaimana?
Ya, itu silakan dipikirkan dan dimusyawarahkan sendiri. Saya kan
hanya membahas “sebab keterpurukan”, bukan solusinya. Ya bagi-bagi
tugaslah, saling membagi beban dan amanah. Terimakasih. Wa shallallah
‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.
Mine.[abu waskito]
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete