Al-Fahmu dalam diri setiap ikhwah adalah suatu keniscayaan, sebab ia
dapat membantu diterimanya amal, dan memelihara dirinya dari ketergelinciran.
Umar bin Abdul Aziz berkata: “Barangsiapa yang beramal tanpa di
dasari ilmu, maka mudhoratnya lebih banyak daripada maslahatnya”.
[Sirah wa manaqibu Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Al-Jauzi; 250]
Orang yang ikhlas beramal tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar
dan tidak mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya mungkin dapat
tersesat jauh. Rasulullah saw bersabda:
“Satu orang faqih itu lebih berat bagi syetan daripada seribu ahli Ibadah” [At-Tirmidzi: 5/46. Nomor:2641]
Umar bin Al-Khattab juga berkata: “Kematian seribu ahli ibadah yang
selalu shalat malam dan berpuasa di waktu siang itu lebih ringan
daripada kematian orang cerdas yang mengetahui hal-hal yang dihalalkan
dan diharamkan oleh Allah”. [Jami' bayanil ilmi wal fadhlihi; Ibnu
Abdul Barr: 1/26]
Allah SWT melebihkan satu nabi yang lain karana kedalaman pemahaman
yang dianugrahkan kepadanya. Allah SWT berfirman: “Maka Kami telah
memberikan pemahaman kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat),
dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu”.
(Al-Anbiya:79)
Ibnu Abbas dimuliakan meski masih muda usianya, melebihi kebanyakan
tokoh-tokoh senior lainnya, karena pemahaman yang baik yang
dikaruniakan Allah kepadanya. Sehingga, ia berhak menjadi anggota
Majelis Syura Amirul Mukminin Umar bin Khattab saat itu.
Oleh karena itu, wahai saudaraku, berusahalah memiliki pemahaman
yang benar dan cermat. pemahaman yang mencapai dasar urusan dan
menempatkan sesuatu pada tempatnya, tanpa berlebih-lebihan dan tanpa
meremehkan. Juga pemahaman yang jernih, murni, integral dan menyeluruh.
Sebab, barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah pemahaman yang benar,
maka ia telah mendapatkan karunia yang banyak, keutamaan yang besar
terhindar dari ketergelinciran dan terjaga dari penyimpangan.
Ibnu Al-Qayyim berkata: “Benarnya pemahaman dan baiknya niat
merupakan nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Bahkan, hamba tidak dikarunia nikmat yang lebih utama setelah nikmat
Islam melebihi kedua nikmat tersebut. Dua nikmat itu merupakan dua kaki
dan tulang punggung Islam. Dengan keduanya, hamba terhindar dari
jalan-jalan orang-orang yang dimurkai (yaitu orang-orang yang buruk niatnya), dan dari orang-orang yang sesat (yaitu orang-orang yang
buruk pemahamannya), serta akan menjadi orang-orang yang diberi nikmat
(yaitu orang-orang yang baik pemahaman dan tujuannya). Merekalah
orang-orang yang terbimbing di jalan yang lurus, di mana kita semua
diperintahkan memohon kepada Allah dalam setiap shalat agar dibimbing
ke jalan mereka. Pemahaman merupakan cahaya yang disemayamkan oleh Allah dalam
hati hamba-Nya. Dengannya , ia dapat membedakan antara yang baik dan
yang buruk; yang haq dan yang batil; petunjuk dan kesesatan,
penyimpangan dan kelurusan..” [A'alamul Muwaqqi'in; Ibnu Al-Qayyim:
1/187]
maka berdoa'alah seperti dalam Al Qur'an Surat Asy-Syu'ara ayat 83, dan ini termasuk doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim a.s.
رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
Artinya:
(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku Hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh."
رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
Artinya:
(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku Hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh."
0 comments:
Post a Comment