.
Home » , » Pantaskah Bersedih Untuk Kematian Al-Buthi?

Pantaskah Bersedih Untuk Kematian Al-Buthi?

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Untuk kesekian kalinya kaum Muslimin berbeda pendapat. Kali ini tentang hakikat kematian Said Ramadhan Al Buthi yang tewas karena serangan bom, ketika sedang mengajar bersama murid-muridnya di sebuah masjid di Damaskus. Ada yang bersyukur atas kematian Al Buthi; ada yang bersedih karena mengakui keilmuannya; ada yang menduga dia dibunuh oleh pasukan Bashar Asad sendiri; ada yang berpendapat, dia sudah mau membelot dari Bashar, dan seterusnya.

Dalam konteks keindonesiaan, kita pernah berselisih ketika Abdurrahman Wahid meninggal. Ketika itu kaum Muslimin terbelah, antara yang simpati padanya dan yang mensyukuri kematiannya. (Bahkan kemudian, ada ide supaya dia diberi gelar sebagai pahlawan bangsa). Bagi kalangan Nahdhiyin atau simpatisan Wahid, dia dianggap sebagai wali Allah, manusia khusus, orang mulia, tokoh besar, bapak bangsa, dan seterusnya. Tetapi bagi kalangan aktivis dan gerakan Islam, dia banyak dituduh sebagai musuh Islam karena rekam jejak kehidupannya yang sangat banyak menghujat Syariat Islam, selama hidupnya.

“Ulama Mengetuk Pintu Para Penguasa”

Mungkin orang akan berkata: “Beda dong antara Al Buthi dan Abdurrahman Wahid? Al Buthi jelas ulama, ada karya-karya dan bukunya; sedangkan Wahid hanya budayawan doang.” Ya, di mata kita dia budayawan; tetapi di mata pendukung dan simpatisannya, dia dianggap sebagai ulama, fuqaha, hukama, dan seterusnya. Syaikh Al Buthi di mata sebagian orang dianggap sebagai ulama mumpuni; di mata yang lain, beliau tidak dianggap seperti itu.



Dalam sebuah hadits yang panjang tentang Ka’ab bin Malik Ra dan beberapa orang lainnya, yang tertinggal dalam perang Tabuk.. Ka’ab bin Malik dkk, mendapat sanksi dari Nabi Saw karena tidak ikut berperang, tanpa alasan Syar’i. Mereka diboikot oleh Rasulullah dan Para Sahabat selama 40 hari, sehingga bumi yang luas terasa sempit bagi mereka. (baca selengkapnya disini: Kisah Kaab Bin Malik)

Ka'ab bin Malik bahkan berkali-kali berkata kepada Abu Qotadah "Apakah engkau tahu bahwa Aku mencintai Allah dan rosul-Nya?" Abu Qotadah menjawab: "Allah dan rosul-Nya yang lebih tahu".

Kisah ini sangat populer, sehingga menjadi pedoman dalam Islam; bahwa kita tidak menyelidiki hati-hati manusia; kita cukup melihat sikap lahirnya saja. Kalau lahirnya baik, ya dianggap baik; kalau lahirnya buruk, dianggap buruk.

Dari Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud berkata: “Saya mendengar Umar bin Khaththab Ra berkata, ‘Sesungguhnya manusia pada masa Rasulullah Saw diberi keputusan dengan petunjuk wahyu, dan sekarang wahyu sudah terhenti. Oleh karena itu, sekarang kami memberi keputusan kepada kalian sesuai perbuatan yang nampak bagi kami. Maka barangsiapa tampak berbuat baik, niscaya kami mempercayai dan mendekatinya; dan bagi kami tidak perlu mempermasalahkan urusan batin, Allahlah yang memperhitungkan masalah batinnya. Dan barangsiapa yang tampak berbuat jahat, niscaya kami tidak mempercayai dan membenarkannya, walaupun dia mengatakan bahwa batinnya  baik.” (HR. Bukhari).

Terkait posisi Said Ramadhan Al Buthi, satu sisi beliau mempunyai karya-karya ilmiah, memiliki ilmu dan pengaruh, memiliki kontribusi bagi Islam dan Muslimin. Itu harus diakui. Tetapi beliau juga seorang ulama yang terang-terangan membela Bashar Assad dan memusuhi para Mujahidin Ahlus Sunnah yang anti Bashar Assad. Dia menyerukan kaum Muslimin membela Bashar Assad, dia menuduh kaum Mujahidin tidak menjalankan Shalat.

Loyalitas Al Buthi kepada Bashar Assad adalah masalah yang sangat berat dalam Syariat Islam, dengan alasan:
  •   [1]. Bashar Assad adalah penjagal nyawa ratusan ribu kaum Muslimin Ahlus Sunnah di Suriah.
  •  [2]. Bashar Assad adalah putra penjagal lainnya, Hafezh Assad, yang telah membantai puluhan ribu aktivis Ikhwanul Muslimin Suriah. Bapaknya berlumuran darah ummat, anaknya lebih kejam lagi.
  • [3]. Bashar Assad adalah pengawal akidah Syiah Nusairiyah, yang kesesatan dan kekufurannya melebihi Syiah Imamiyah.
  • [4]. Bashar Assad adalah pemimpin politik dari partai Ba’ats yang berideologi Sosialisme Arab. Partai Ba’ats ini terkenal kerjasamanya dengan negara-negara komunis, seperti China dan Soviet (dulu).
  • [5]. Bashar Assad menindas kaum Ahlus Sunnah Suriah, memusuhi ulama-ulamanya; serta melindungi kaum Alawit ekstrem (Syiah Nusairiyah) sebagai minoritas yang berkuasa.
  • [6]. Bashar Assad membiarkan para pengikutnya melakukan kekufuran telanjang dengan berkata: laa ilaha illa bashar! Juga membiarkan mereka bersujud kepada foto-foto Bashar Assad.
  • [7]. Bashar Assad masuk dalam agenda bersama kaum Syiah Rafidhah untuk membentuk aliansi Iran-Iran-Libanon-Suriah yang berniat menguasai dunia Arab dan memaksakan ideologi Syiah-nya.
  • [8]. Bashar Assad memerangi para Mujahidinn Ahlus Sunnah dan menuduh mereka sebagai teroris.
  • [9]. Bashar Assad ingin mempertahankan penjajahan minoritas Syiah Nusairiyah atas negeri Ahlus Sunnah, Suriah. Padahal semua orang tahu, Damaskus sejak era Muawiyah bin Abi Sufyan Ra, adalah ibukota negeri Ahlus Sunnah. Penjajahan ini ingin terus dia lestarikan, sampai waktu yang Allah saja mengetahui akhirnya.
  • [10]. Politik Bashar Assad hendak mengadu-domba antar kaum Muslimin dengan cara dia seolah mendukung perjuangan Muslim Palestina, tetapi di sisi lain dia memusuhi Muslim (Ahlus Sunnah) di Suriah.

Alasan-alasan demikian (dan lainnya) membenarkan tuduhan sebagian ulama, bahwa Bashar Assad adalah seorang THAGHUT yang sangat berbahaya bagi kaum Muslimin. Lalu untuk apa seorang ulama berdiri di samping tokoh sejenis itu?

Ini bukan soal dukungan Amerika atau intervensi negara-negara Eropa, untuk menggulingkan Bashar Assad; sehingga kerja politik para pejuang Sunnah di Suriah seperti ditunggangi Amerika dkk. Bukan soal itu. Tetapi ialah soal sebab-sebab kezhaliman, kesesatan, dan kejahatan Bashar Assad itu sendiri. Secara Syariat Islam; kezhaliman, kesesatan, kejahatan Bashar Assad, TIDAK BISA DITOLERANSI sedikit pun. Tidak ada bagian untuk menerima semua itu, dengan alasan apapun.

Maka posisi Said Ramadhan Al Buthi bisa membahayakan kaum Muslimin dan Syariat agama ini. Nanti manusia akan menyangka, bahwa segala perbuatan terkutuk Bashar Assad dan pendukungnya; semua itu dibenarkan oleh Syariat. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Maka kita harus sekeras-kerasnya mengingkari sikap Al Buthi ini, sebab dia telah meletakkan loyalitas tidak pada tempatnya; tidak peduli, setinggi apapun kadar keilmuwan dan karyanya. Sikap ini kita lakukan ialah untuk menjaga Syariat itu sendiri; agar tidak ada anggapan bahwa ilmu Syariat membenarkan pembantaian manusia, pemerkosaan wanita-wanita, penghancuran rumah-rumah, pembunuhan atas ulama-ulama, pembersihan pejuang Ahlus Sunnah, pembelaan atas kesesatan, penyebaran paham kufur/syirik, dan seterusnya. Syariat Islam harus diputus dari semua tuduhan itu.

Kita harus memvonis Al Buthi ini sebagai ulama yang berdiri di sisi para THAGHUT! Itu harus jelas, nyata, dan tegas! Tidak perlu ditutup-tutupi dan segan. Soal hatinya suci, batinnya bersih, ilmunya barakah, karyanya meluas, amalnya banyak, kontribusinya besar kepada Islam, dst. itu kita serahkan kepada Allah Al ‘Alim. Tugas kita, hanya menyikapi manusia sesuai zhahirnya. Kalau zhahirnya jelas membela THAGHUT, mau dikata apa lagi?

Mohon maaf, untuk kesekian kalinya, kita berbeda lagi. Mungkin akan ada yang mencoba mencarikan sekian alasan (udzur) untuk menyelamatkan posisi Syaikh Al Buthi; tetapi loyalitas (wala’) kepada Bashar Assad laknatullah ‘alaih, adalah sikap yang tidak dibenarkan; apalagi di mata seorang ulama.

Semoga kita senantiasa diberi sabar dan istiqamah oleh Allah Ta’ala untuk menjaga agama ini, sekuat kemampuan dan kesempatan. Amin Allahumma amin. Wa shallallah ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in, walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. Wallahu a’lam bisshawaab.

oleh:Abu Muhammad Waskito

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Al-Mustaqbal.Net | Jamaah Tarbiyah | Ansar Mujahideen
Copyright © 2013. Catatan Anak Mushola Di Pontianak - All Rights Reserved
Saya hanya berusaha menanggapi berbagai peristiwa yang terjadi
dengan kapasitas ilmu yang saya miliki