Monday, July 22, 2013
Ada seorang ibu - semoga Allah merahmatinya - di Facebook yang update status seperti ini,
"ada
bbrp bias ttg perempuan yg mungkin msh diyakini masyarakat : ( 1)
prmpuan fitnah dunia pnybb laki2 msuk neraka (2) prmpuan tdk layak
mnjadi kepala keluarga meskipun kondisi laki2 sangat2 tdk memungkinkan
mnjdi kepala keluarga (3) perempuan g perlu sekolah tinggi2 ..toh ke
dapur jg...(4) prmpuan tdk perlu trlibat dlm politik dan msh bnyk lagi
... ini sangat brtentangan dgn apa yg sy temukan dlm fenomena kehidpan
msyarakat disekitar sy... bnyk kaum ibu2 mncrtakan peritnya hidup mrka
krn mrka yg hrs menanggung kehidupn keluarga, tdk heran pasar tradisonal
lbh bnyak perempuan sebagai pedagang misalnya, namun meskpun demikian
jk trjadi msalah keluarga seprti anak2 putus sekolah, anak2 g trurus dgn
baik dsb... ibu yg disalahkan.
Ada seorang ibu datang k rmh sy..
menangis mohon dibantu krn ingin anak sulungnya bisa kuliah smntara dia g
punya biaya...krn suaminya mnderita pnyakit mental... smntara ibu itu
pndidkannya hanya sampai SMP sj... sbb itu dia ingin anaknya lbh baik
pndidikannya. berarti msh bnyk laki2/suami tdk mnjalankan
kwajibannya...bahkan bisa dihitung dr 30 an jumlah ibu2 yg ikut pngajian
kami hampir lbh dr 20 ibu2 itu para suami mrka brmsalah.... syukur saha
ibu2 itu mnjdikan pengajian sbagai sarana mmperkuat kembali smangat
mrka dn mnjdi hiburan bagi mrka. bagaimana peran dn sikap tokoh dn
lembaga agama, knp tdk bnyak seruan pendakwah dn tokoh lembaga agama yg
mau menegur sikap suami yg lalai mnjalankan kewajiban... bantuan dn
binaan khusus agar suami trsebut mau mnjalnkan fungsinya....
knp selalu
ayat2 quran yg ditawarkan ttg hal2 yg mnybutkan perempuan lah sumber
fitnah itu... knp lg2 perempuan dgn sgela pngorbananya dinyatakan pnybb
masuknya neraka anggota keluarga lainnya??/jk sumber pemikran kt adalah
qur'an dn sunanh sy yakin semua pasti baik konseptualnya...tp
oprsionalnya...??? "
Saya akan mencoba
mengupas satu persatu.
Bismillah.
Ibu ini mengatakan, “ada
bbrp bias ttg perempuan yg mungkin msh diyakini masyarakat : ( 1) prmpuan
fitnah dunia pnybb laki2 msuk neraka (2) prmpuan tdk layak mnjadi kepala
keluarga meskipun kondisi laki2 sangat2 tdk memungkinkan mnjdi kepala keluarga
(3) perempuan g perlu sekolah tinggi2 ..toh ke dapur jg...(4) prmpuan tdk perlu
trlibat dlm politik dan msh bnyk lagi ...”
Apakah kita mengetahui
kenapa masyarakat masih meyakini hal demikian? Mari kita cari akar
‘permasalahannya’…. Statement pertama,
perempuan adalah fitnah dunia yang menyebabkan laki-laki masuk neraka, ternyata
yang menyatakan demikian adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib,
seorang yang buta huruf dari Bani Hasyim, di Jazirah Arab. Beliau mengatakan,
“Tidaklah aku
tinggalkan sepeninggalku fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi kaum
laki-laki daripada (fitnah) wanita. (HR. Muttafaq ‘alaihi)
”Sesungguhnya dunia itu manis dan lezat, dan sesungguhnya
Allah menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana kamu menggunakannya.
Maka hati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena
fitnah pertama yang menimpa bani Israel disebabkan wanita.”
(HR. Muslim)
Untuk statement
pertama, sudah ketemu siapa yang menyebabkan ‘masalah’ ini, yakni Rasulullah,
nabi ku, nabi kita semua. Apakah kita ingin menentang perkataan rasulullah ini? Namun
sebelumnya, akan saya jelaskan maksud fitnah diatas..
Fitnah diatas berlaku
kepada wanita secara umum, yakni wanita jahiliyah, wanita yang tidak memahami
islam. Ketika wanita tersebut telah mengetahui adab-adab seorang muslimah,
tentu ia bukanlah menjadi fitnah lagi, apa adab-adabnya? Saya yakin kita mengetahuinya, yakni salah satunya tidak menampakkan aurat serta taat dengan
suami.
Apakah kita ingin
menyamaratakan bahwa ibu-ibu pengajian dengan wanita-wanita pelacur
adalah sama-sama bukanlah fitnah? Mereka semua sama?
Apakah orang-orang
beriman itu sama dgn orang-orang yg fasik? Mereka tdk sama. (as-sajadah :18)
Tentu wanita-wanita
pelacur adalah fitnah, sedangkan wanita yang taat dengan adab-adabnya adalah:
"Wanita (istri)
shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada
dikarenakan Allah telah memelihara mereka." (An-Nisa: 34)
Merekalah wanita
sholehah yang begitu dimuliakan oleh islam. Bukan menjadi fitnah, namun justru menjadi gerbang ke surga.
Statemen kedua ibu ini yang perlu dikritisi adalah,
perempuan tidak layak menjadi kepala keluarga.
Tahukah apa arti Kepala
Keluarga dalam islam? Makna kepala keluarga dalam islam itu begitu dalam
maknanya, dan salah jika mengartikannya hanya sebagai “yang mencari nafkah”
Allah swt berfirman :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.” (QS. An Nisa : 34)
Baik seorang istri
maupun suami, masing-masing memiliki tanggungjawab yang SAMA besarnya namun
BERBEDA tugasnya,
“seorang suami adalah
pemimpin/pengatur atas keluarga rumahnya dan dia akan ditanya/diminta
pertanggungjawabannya (kelak di akhirat) tentang mereka, dan seorang istri
adalah pemimpin/pengatur atas rumah serta anaknya suami dia akan ditanya
tentang mereka… dst. (HR. Al-Bukhari dan Muslim.)
lalu bagaimana jika sang suami tidak mampu memberikan nafkah, sedangkan itu adalah kewajibannya?
Kewajiban
untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak berlaku meski suami miskin
atau istri dalam keadaan kaya/berkecukupan. “Hendaklah orang yang mampu
memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”
(Ath-Thalaq:7)
Allah itu Maha Adil, Ia
tidak membebankan/memaksakan jika memang suami tersebut tidak sangggup. Kita tahu,
Selain masalah ekonomi, ada juga muslimah yang bekerja karena ingin
mengabdikan ilmu yang telah didapatnya seperti dokter, guru dan lainnya. Dan
mungkin ada juga muslimah yang bekerja untuk dapat meniti karirnya dibidang
tertentu. Namun, selain alasan-alasan diatas, ada pula muslimah yang memilih
tetap bekerja karena merasa bosan dengan pekerjaan rutinitas mengurus rumah
tangga atau karena anggapan bahwa dengan bekerja pergaulan dan statusnya lebih
baik dibanding hanya menjadi ibu rumah tangga.
Islam tidak melarang
seorang muslimah untuk bekerja, bukankah putri Rasulullah Fatimah mendapatkan
upah dari hasil menumbuk gandum. Kisah istri Nabi Ayub yang bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarga ketika Nabi Ayub tengah sakit, juga adalah contoh bagaimana
muslimah mengambil peran dalam turut memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun tentunya Islam sebagai agama yang sempurna
dan komplit memberikan petunjuk dan arahan apa dan bagaimana sebaiknya muslimah
bekerja. Dan tidak hanya batasan mengenai pekerjaan apa yang baik, apa yang
harus dihindari, tetapi Islam pun memberikan panduan tentang penghasilan serta
harta seorang muslimah yang bekerja.
Tugas atau peran utama yang harus dijalankan oleh
seorang muslimah yang telah menjadi istri dan ibu adalah mengurus rumah tangga,
mendidik anak, menjaga harta suami, menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah
yang tak kalah beratnya dari pekerjaan suami untuk memenuhi nafkah.
Walaupun sang suami tidak mampu memberikan nafkah
misalnya, maka peran utama tersebut tetap dibebankan kepada sang istri. Karena
mengurus rumah tangga itu hukumnya wajib bagi seorang istri, sedangkan bekerja
dan mencari nafkah itu bukanlah kewajiban bagi istri.
Jadi di dalam islam, meskipun sang istri yang
mencari nafkah, namun tetap kepala keluarga adalah sang suami. Islam tidak
mengenal istilah, siapa yang mencari nafkah dialah yang menjadi kepala
keluarga.
Untuk statement ke
tiga, perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi toh akan kedapur juga, saya
tidak akan membahasnya, islam tidak mengajarkan demikian! Ini adalah ajaran
dari Penjajahan Belanda di Indonesia.
Untuk statement
keempat, perempuan tidak perlu terlibat dalam politik…
Maka perlu dijelaskan
terlebih dahulu, politik seperti apakah yang dimaksud?
Kalau politik yang kita
maksudkan adalah perempuan yang ikut parpol/parlemen, benarkah dengan
bertambahnya jumlah wanita di parlemen, masalah wanita akan dapat di
selesaikan? Mungkin kita perlu merenung dengan mendalam kisah yang terjadi di
Argentina. Di negara Amerika Latin ini, jumlah wanita yang berada di Kongres
Kebangsaan (National Congress) telah mencapai 40% tapi masalah wanita
tetap tidak dapat diselesaikan. Survei yang dijalankan oleh The National
Women's Council (Consejo Nacional de la Mujer, CNM) dan dipublish dalam
surat kabar Minuto Uno mengatakan bahwa setiap satu dari tiga wanita
Argentina telah mengalami kekerasan dalam rumah tangga, psikologi, dan
pelecehan seksual dan kesusahan ekonomi di dalam rumah. Selain itu, di wilayah
Buenos Aires, 70 % daripada 9,000 hingga 11,000 pengaduan ke polisi setiap
tahun, adalah pengaduan yang berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga [La
Nación 3 Dec. 2007; El Siglo 29 Sept. 2007]. Ini merupakan salah satu
bukti bahwa banyaknya jumlah wanita di parlemen/berpolitik tidak menjamin
permasalahan yang dialami kaum perempuan ini dapat diatasi.
Tapi jika yang kita
maksudkan adalah politik yang islami, maka wanita diperbolehkan.. perempuan dan laki-laki dibebankan kewajiban
yang sama dalam Amar Ma’aruf dan Nahi Munkar.. bagaimana politik yang islami?
Saya tidak akan membahasnya disini..
Ibu ini mengatakan, “ini sangat brtentangan dgn apa yg sy
temukan dlm fenomena kehidpan msyarakat disekitar sy... bnyk kaum ibu2
mncrtakan peritnya hidup mrka krn mrka yg hrs menanggung kehidupn keluarga, tdk
heran pasar tradisonal lbh bnyak perempuan sebagai pedagang misalnya, namun
meskpun demikian jk trjadi msalah keluarga seprti anak2 putus sekolah, anak2 g
trurus dgn baik dsb... ibu yg disalahkan. Ada seorang ibu datang k rmh sy..
menangis mohon dibantu krn ingin anak sulungnya bisa kuliah smntara dia g punya
biaya...krn suaminya mnderita pnyakit mental... smntara ibu itu pndidkannya
hanya sampai SMP sj... sbb itu dia ingin anaknya lbh baik pndidikannya. berarti
msh bnyk laki2/suami tdk mnjalankan kwajibannya...bahkan bisa dihitung dr 30 an
jumlah ibu2 yg ikut pngajian kami hampir lbh dr 20 ibu2 itu para suami mrka
brmsalah....”
Mari kita cari lagi penyebab masalahnya, apakah kejadian
diatas dikarenakan ajaran islam (wanita adalah fitnah, tdk menjadi kepala
keluarga, dst) penyebabnya?
Jika iya, bagaimana kita bisa menjelaskan mengenai negara-negara
nonmuslim / atau negara-negara maju yang dijadikan rujukan sebagian orang yg
‘intelek’, jelaskan kenapa mereka masih memiliki permasalahan yang sama,
pengangguran?
Di Amerika gelombang pengangguran telah mencapai
titik tertinggi sejak 5 tahun terakhir, yaitu 6.7%. Menurut Ian Shepherdson di
High Frequency Economics, hanya dalam waktu 6 bulan AS telah kehilangan 1.55
juta lapangan kerja. Tidak hanya di
Amerika, jumlah pengangguran di Inggris diramalkan menembus 2,9 juta orang..
Saat ini rasio pengangguran di Inggris mencapai 5,8 persen. Di Hongkong
pengangguran melonjak menjadi 3,5 persen. Adapun rasio pengangguran di negara
yang meggunakan Euro mencapai 7.5%, Jerman 7.5%, Jepang 4% dan Tiongkok 4% dan
negara-negara lainnya di barat ataupun di timur tengah ramai melakukan PHK
masal.
International Labour Organization (ILO)
memperkirakan, jumlah pengangguran di seluruh dunia akan mencapai 210 juta pada
akhir 2009. Jumlah itu meningkat sekitar 20 juta orang jika dibandingkan dengan
pengangguran pada 2007, yang mencapai 190 juta orang. Peningkatan itu
disebabkan maraknya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda
banyak industri besar di seluruh dunia.
Maukah kalian mendengarkan sudut pandang saya mengenai masalah
diatas mengenai penyebabnya?
Menurut saya, penyebabnya adalah karena salah urus negara
ini. Kenapa bisa salah urus? Karena yang kita angkat sebagai wakil
rakyat/pemimpin adalah orang-orang yang itu-itu saja! Kenapa hanya orang
itu-itu saja yang bisa kita coblos saat pemilihan? Karena parpol adalah milik
perseorangan! Kenapa bisa? Ya bisa-bisa saja, di alam demokrasi ini siapapun
bisa bentuk parpol asalkan punya uang! Jadi solusinya?
Justru syariat islam lah solusinya!
Dalam sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh
negara (Khilafah), PHK sangat kecil sekali kemungkinannya bakal terjadi. Sebab,
prinsip ekonomi Islam yang dianut adalah penyerapan pasar domestik yang sangat
didukung oleh negara dalam rangka memenuhi kebutuhan individu masyarakatnya.
Ekspor bukan lagi tujuan utama hasil produksi. Sebab, sistem mata uangnya juga
sudah sangat stabil, yaitu dengan menggunakan standar emas (dinar dan dirham).
Dengan demikian, negara tidak membutuhkan cadangan devisa mata uang negara lain
karena semua transaksi akan menggunakan dinar/dirham atau dikaitkan dengan
emas.
Negara juga akan menerapkan sistem transaksi
hanya di sektor riil dan menghentikan segala bentuk transaksi ribawi dan non
riil lainnya. Dengan begitu, perputaran barang dari sektor riil akan sangat
cepat dan tidak akan mengalami penumpukkan stok. Penawaran dan permintaan
bukanlah indikator untuk menaikkan/menurunkan harga ataupun inflasi, karena
jumlah uang yang beredar stabil sehingga harga akan stabil. Negara pun tidak
perlu repot-repot mengatur jumlah uang beredar dengan menaikkan/menurunkan suku
bunga acuan seperti yang dilakukan negara yang menganut sistem ekonomi
kapitalis. Negara hanya akan memantau dan memastikan kelancaran proses
distribusi barang dan jasa agar segala kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam, negaralah
yang mengelola sumber kekayaan yang menjadi milik rakyat. Hasilnya dikembalikan
lagi kepada rakyat. Dengan demikian, jaminan sosial bagi masyarakat, seperti pendidikan
dan kesehatan, akan terpenuhi. Dalam kondisi seperti ini, daya beli masyarakat
akan sangat kuat dan stabil. Harga tinggi bukan merupakan persoalan dalam
sistem ekonomi Islam. Dengan terpenuhinya kebutuhan individu, pola hidup
masyarakat pun menjadi lebih terarah. Mereka tidak lagi terperangkap dalam pola
hidup individualis, dengan bersaing dan harus menang, dengan menghalakan segala
cara.
Bagaimana dengan mengatasi kemiskinan?
Islam tidak bersikap acuh tak acuh dan membiarkan
nasib fakir miskin terlantar. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menetapkan
bagi mereka suatu hak tertentu yang ada pada harta orang-orang kaya, dan suatu
bagian yang tetap dan pasti yaitu zakat. Sasaran utama zakat adalah untuk
mencukupi kebutuhan orang-orang miskin.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk
(memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk
jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban
dari Allah. Allah Maha mengetahui, Maha bijaksana. [at-Taubah/9:60]
Dengan zakat, masalah kemiskinan akan teratasi.
Ibu ini mengatakan “syukur saha ibu2 itu mnjdikan pengajian
sbagai sarana mmperkuat kembali smangat mrka dn mnjdi hiburan bagi mrka.
bagaimana peran dn sikap tokoh dn lembaga agama, knp tdk bnyak seruan pendakwah
dn tokoh lembaga agama yg mau menegur sikap suami yg lalai mnjalankan
kewajiban... bantuan dn binaan khusus agar suami trsebut mau mnjalnkan
fungsinya.... knp selalu ayat2 quran yg ditawarkan ttg hal2 yg mnybutkan
perempuan lah sumber fitnah itu... knp lg2 perempuan dgn sgela pngorbananya
dinyatakan pnybb masuknya neraka anggota keluarga lainnya??/jk sumber pemikran
kt adalah qur'an dn sunanh sy yakin semua pasti baik konseptualnya...tp
oprsionalnya...???”
Mari kita cari akar permasalahannya lagi, apakah yang salah
adalah islam nya ataukah pribadi tokoh dan lembaga tersebut, atau bahkan sistem negara ini penyebabnya?
Apakah kita tahu! di dalam islam, suami yang tidak memberikan
nafkah ada hukumannya!
Umar bin Khottob pernah mengatakan,”Tidak sepantasnya seorang
dari kalian hanya duduk-duduk saja tidak mencari rezeki dan hanya berdoa,’Wahai
Allah berikanlah aku rezeki.’ Bukankah kalian telah mengetahui bahwa langit
tidak akan menurunkan emas dan perak.”
Didalam kitab ”al Mausu’ah” disebutkan bahwa para fuqaha telah
bersepakat kewajiban memberikan nafkah istri ada pada suaminya dikarenakan akad
sah (perkawinannya)... Jika seorang suami tidak menunaikan kewajiban ini tanpa
adanya penghalang yang berasal dari istrinya maka si istri memiliki hak untuk
meminta nafkahnya tersebut melalui hakim sehingga si hakim mengambil dari
suaminya secara paksa. Akan tetapi jika si suami tidak memberikan nafkahnya
dikarenakan adanya penghalang dari istrinya, seperti : nusyuz (durhaka) maka
dirinya tidak bisa dipaksa untuk mengeluarkan nafkahnya itu.
Namun lagi-lagi, negara ini tidak melindungi hak-hak seorang
perempuan/istri, karena apa? Karena negara ini salah urus! Kok bisa… kita sudah
tahu jawabannya kan? Islam adalah solusi, bukan penyebab permasalahan!
Itulah, kita sama-sama miris melihat negara ini, padahal kita tahu, sumber pemikiran
kita adalah qur'an dn sunah, saya yakin semua pasti baik konseptualnya...tp jika
operasionalnya tidak berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah, tapi justru menggunakan
sistem demokrasi, sudah pasti hancur lebur, kacau, tidak berkah! Harusnya jika
sumber pemikiran kita adalah Al-Quran dan Sunnah dan kita meyakini – bahkan
mengimani- konspetualnya sangat baik, bukankah sebaiknya operasionalnya juga
adalah menggunakan Al-Qur’an? Kenapa kita masih memilih UUD, KUHP, dll?
semoga, Al-Qur'an bukan hanya dijadikan bahan untuk dihapal, dilantunkan dalam pengajian-pengajian, tetapi dicermati dan dipahami isinya (belajar bahasa arab dong), jadi tidak akan salah faham dan menyalahkan islam seperti ini.
wallahu'alam.