.

http://ibnumushab.blogspot.com

Latest Article Baca Sampai Habis Dulu, Baru Komen

Kritik Terhadap Konsep Tholabun Nusrah Hizbut Tahrir

Sunday, April 21, 2013

 

Apakah Tholabun Nushroh itu?

Tholabun Nushroh secara bahasa pengertiannya adalah mencari pertolongan. Istilah ini digunakan oleh Hizbut Tahrir sebagai suatu aktivitas dakwah dalam suatu tahapan dakwah. Sebagai gambaran maksud istilah Tholabun Nushroh menurut Hizbut Tahrir, disebutkan  sebagai berikut:

“Thalabun-nushrah adalah aktivitas mencari perlindungan dan kekuasaan yang dilakukan partai politik Islam pada penghujung tahapan kedua dakwah, yaitu tahapan berinteraksi dengan umat (at-tafa’ul ma’a al-ummah). Thalabun-nushrah bukanlah suatu tahapan (marhalah) dakwah, melainkan suatu amal (aktivitas) dakwah dalam suatu tahapan dakwah. Thalabun-nushrah dilakukan pada saat masyarakat, khususnya para pemimpinnya, menolak penerapan Islam dalam kehidupan bernegara dan terjadi tindakan represif seperti penganiayaan terhadap para aktivis partai politik yang berjuang menegakkan Khilafah (M. Husain Abdullah, Ath-Thariqah asy-Syar’iyah li Isti’naf al-Hayah al-Islamiyah, hlm. 90).

Thalabun-nushrah mempunyai dua tujuan: Pertama, mendapatkan perlindungan (himayah) bagi para individu pengemban dakwah dan kegiatan dakwahnya. Misal, Rasulullah saw. mendapat perlindungan dari pamannya (Abu Thalib), atau Rasulullah saw. mendapat jaminan keamanan dari Muth’im bin Adi sepulangnya dari Thaif. Kedua, untuk mendapatkan kekuasaan (al-hukm) guna menegakkan hukum Allah dalam negara Khilafah. Misal, dulu Rasulullah saw. menerima kekuasaan dari kaum Anshar sehingga beliau kemudian dapat menegakkan Daulah Islamiyah di Madinah (Manhaj Hizbut Tahrir, 2009, hal. 49; M. Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital, I/409)”

Thalabun-nushrah adalah thariqah (metode) yang tetap dan wajib dilaksanakan untuk menegakkan Khilafah. Jadi, thalabun-nushrah bukan uslub (cara) yang hukumnya mubah yang dapat berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi. (Ahmad Al-Mahmud, Ad-Da’wah ila al-Islam, hlm. 34). 

Satu-satunya metode yang sahih untuk mendapatkan kekuasaan dan mendirikan Khilafah adalah thalabun-nushrah; bukan dengan cara-cara lain semisal mendirikan masjid, rumah sakit, sekolah; atau menolong kaum fakir-miskin dan mengajak pada akhlaqul karimah. Ini semua amal salih, tetapi bukan metode menegakkan Khilafah... (Ahmad al-Mahmud, Ad-Da’wah ila al-Islam, hlm. 37). 



Hukum ‘Tholabun Nusroh’

Tholabun Nusroh dalam pengertian meminta pertolongan kepada orang-orang kuat yang bisa memberi perlindungan adalah suatu metode yang pernah dilakukan Nabi Saw. dalam rangka menyebarkan ajaran Tauhid. Metode ini digunakan Hizbut Tahrir dalam rangka mendirikan khilafah. Meski tidak didapatkan ulama’ di madzhab manapun yang mewajibkan Tholabun Nushroh dan tidak ditemukan pembicaraan yang membahas hukum Tholabun Nushroh dalam kitab-kitab fiqih, Hizbut Tahrir menganggapnya suatu hal yang wajib, bahkan menganggapnya satu-satunya cara yang disyariatkan untuk mendirikan khilafah. Hizb tidak boleh menggunakan cara-cara lain, termasuk kekerasan –padahal ini adalah konsekwensi dari jihad fi sabilillah-.

Dalil wajibnya Tholabun Nushroh –menurut mereka- adalah karena inilah perbuatan yang dilakukan Rasulullah Saw. secara terus menerus – padahal sebenarnya hanya dalam kurun waktu kurang dari dua tahun-. Karena itu, perlu dibahas meski secara ringkas, kedudukan perbuatan Nabi Saw. dalam ilmu fiqih.

Ulama Ushul membagi perbuatan Rasulullah Saw. terbagi menjadi dua bagian:
  1.   Khusus untuk beliau saja
  2.   Berlaku juga untuk umat beliau. Bagian kedua ini terbagi menjadi 3 macam:
  •  wajib, baik ‘ain maupun kifayah
  •  mandub (sunnah)
  •  mubah
Untuk menentukan mana perbuatan Rasulullah Saw. yang wajib ditiru umatnya, mana yang mandub dan mana yang mubah, tentu diperlukan dalil khusus.
Tentang tholabun Nusroh yang dilakukan Nabi Saw., tidak ditemukan dalil yang menunjukkan bahwa itu wajib dilakukan umat beliau. Tidak juga didapatkan dalam sejarah atau hadits, bahwa para shahabat Nabi Saw. ikut dalam kegiatan Tholabun Nusroh ini. Ini mengindikasikan bahwa perbuatan ‘Tholabun Nusroh’ ini khusus untuk beliau saja, dan tidak wajib bagi umatnya.

Berterus-terusan Nabi Saw. dalam Tholabun Nusroh dan tidak berpindah ke metode lainnya dalam kurun waktu kurang dari dua tahun tidak dapat dijadikan dalil wajibnya menempuh metode tersebut bagi umatnya. Alasannya:
  • pertama, banyak sekali perbuatan-perbuatan Nabi Saw. yang beliau kerjkan secara terus-menerus, bahkan tidak hanya 2 tahun, tapi hukumnya tidak wajib bagi umatnya. Contohnya dua rokaat fajar dan sholat witir.
  • kedua, seandainya ‘Tholabun Nusroh’ wajib bagi umat Nabi Saw, tentu saja beliau menjelaskan hal itu kepada para shahabat, apalagi di saat-saat mereka sangat butuh dengan pertolongan akibat tekanan orang-orang kafir Quraisy. Saat hijrah ke Habasyah, para shahabat juga tidak diperintah untuk ‘Tholabun Nusroh’ kepada Raja Najasyi. Padahal Rasulullah Saw. mengatakan tentangnya, “Tidak ada seorangpun yang didholimi di wilayahnya”. Artinya, raja tersebut sangat berpotensi menjadi ‘Ahlun Nusroh’.
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan hukum ‘Tholabun Nusroh’ hanyalah mubah, bukan metode (thoriqoh) yang wajib, apalagi dijadikan syarat sah tegaknya khilafah. Sebagai hal yang mubah, tentu selayaknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Rasulullah Saw. sendiri berhenti bertholabun Nushroh ketika 70 orang Yatsrib berbaiat kepada beliau.

Pertanyaannya, perlukah kita bertholabun Nushroh padahal di tubuh umat banyak mujahid yang kuat melawan musuh-musuh Allah? Bukankah mereka adalah ‘Ahlul Quwwah’ yang dijamin eksistensinya oleh Allah sampai Hari Kiamat?

Perlukah Hizbut Tahrir bertholabun Nushroh, padahal anggotanya di seluruh dunia mencapai ratusan ribu –menurut klaim mereka-? Seandainya para pemuda mereka dilatih dan dipersenjatai –dan ini sekaligus untuk menunaikan kewajiban i’dad yang Allah perintahkan- , hal itu cukup untuk menolong tegaknya khilafah, tanpa harus ber-tholabun Nushroh kepada para militer sekuler.

Tapi sayang, tabanni Hizb tidak mengizinkan hal itu…

Praktek ‘Tholabun Nusroh’, beda dulu dengan sekarang!
Rasulullah Saw. melakukan ‘Tholabun Nushroh’ hanya dalam kurun waktu kurang dari dua tahun. Saat itu jumlah jama’ah beliau sedikit, sehingga tidak bisa menjadi kekuatan yang cukup untuk menolong dien yang diembannya. Karena itu, beliau bertholabun nushroh kepada kabilah-kabilah musyrik sekaligus mengajak mereka untuk masuk Islam. Setelah terdapat 70 orang Yatsrib yang berbaiat kepada beliau, serta sebidang tanah siap dijadikan tempat hijrah, Rasulullah Saw. berhenti melakukan ‘Tholabun Nushroh’. Beliau mencukupkan diri dengan orang-orang yang berasal dari suku Aus dan Khazraj tersebut. Artinya, kadar kecukupan ini membuat beliau tidak lagi ber-Tholabun Nushroh. Rasulullah Saw. pun menyuruh para shahabat untuk hijrah ke sebidang tanah itu, yang kemudian beliau namakan sebagai Madinatur Rasul. Sebelumnya daerah tersebut bernama Yatsrib. Dari tanah itulah futuhaat ke negeri-negeri sekitar dimulai.

Berbeda dengan apa yang dilakukan Rasulullah Saw., Hizbut Tahrir sudah bertholabun Nusroh lebih dari 50 tahun dan sampai sekarang masih bertholabun Nushroh. Hizbut Tahrir -menurut klaim mereka- beranggotakan ratusan ribu orang, tapi ternyata masih bertholabun Nushroh. Orang-orang yang diminta nushrohnya pun bukan orang-orang musyrik seperti ahlul quwwah yang diminta nushrohnya oleh Nabi Saw. dulu, tapi kaum muslimin yang sudah terlebih dahulu masuk Islam. Saat rakyat dan mujahidin di Afghonistan dan Checnya ingin ditegakkannya hukum Islam –dan inilah nushroh hakiki dari mereka kepada dien Allah-, dan negeri mereka siap dijadikan tempat hijrah dan i’dad, apa yang dilakukan Hizb?

Alih-alih menerima nushroh mereka, berhijrah dan menyuruh hijrah ke daerah tersebut -sebagaimana yang dilakukan Nabi Saw. dulu terhadap Yatsrib/Madinah-, Hizbut Tahrir malah terus saja bertholabun Nushroh di negeri-negeri sekuler, bahkan kepada para militer yang justru menjadi penopang pemerintah sekuler dan sangat jelas permusuhannya terhadap Islam serta loyalitasnya kepada pemimpin-pemimpin kekufuran.

Inikah makna mengikuti jejak Nabi Saw. seperti yang mereka klaim?

Ketika Imaroh Islam Afghanistan tegak dibawah kendali Tholiban dengan izin Allah berkat nushroh rakyatnya, kemudian Imaroh Islam Checnya, dan sampai sekarang masih eksis Daulah Islam Iraq yang didirikan mujahidin, sikap apa yang ditunjukkan Hizbut Tahrir?

Padahal dalam kitab berjudul Hizbut Tahrir halaman 44, dinyatakan: “Bahwa Hizbut Tahrir tidak menggunakan kekuatan fisik untuk mempertahankan dirinya atau untuk melawan penguasa maka hal tersebut merupakan perkara yang tidak berkaitan dengan  jihad. Adapun jihad, maka dia tetap tegak sampai hari kiamat. Apabila terdapat serangan musuh di suatu negeri Islam maka wajib bagi umat Islam yang tinggal di sana untuk menghalau mereka. Syabab Hizbut Tahrir sebagai bagian dari umat Islam yang hidup di negeri tersebut, maka merekapun ikut menanggung kewajiban yang dipikul oleh kaum muslimin di negeri itu untuk melawan musuh karena status mereka sebagai muslim. Dan apabila terdapat pemimpin muslim yang menyelenggarakan jihad untuk meninggikan kalimat Allah, dan meminta bantuan kepada manusia, maka Syabab Hizbut Tahrir memenuhi panggilan tersebut sebagai bagian dari kaum muslimin yang hidup di dalam negeri yang dimintai bantuan itu.”

lalu sikap apa?

Yang jelas, tidak terdengar dukungan dari mereka terhadap kelompok yang berhasil menegakkan hukum Allah itu..

Lantas pemerintahan Islam seperti apakah yang mereka inginkan? Apakah khilafah yang prinsip-prinsip dan pemikirannya selaras dengan Hizb?

Apakah ketidak adanya dukungan itu karena pendiri-pendiri Imaroh Islam tersebut adalah mujahidin yang tidak ber-tabanni dengan tabanni mereka?

Ada indikasi –bahkan inilah yang dirasakan dengan melihat realilta yang ada-, bahwa ‘Tholabun Nushrah’ adalah kaimatu haqqin yuradu bihil bathin.’Tholabun Nushroh’ dijadikan satu-satunya manhaj sehingga menggugurkan jihad dan memperbanyak anggota yang menerima prinsip-prinsip dan pemikiran-pemikiran Hizb, atau mendirikan khilafah dalam bentuk yang sudah digariskan dan ditetapkan Hizb, meski terdapat yang tidak sesuai dengan apa yang ditunjukkan nash-nash syari’at.

Tholabun Nushroh Bisa Jadi Haram!

Rasulullah Saw. bersabda: “Jihad (tetap) berlangsung sampai Hari Kiamat”

Suatu hal yang mubah, jika menyebabkan kemaksiatan atau ditinggalkannya suatu kewajiban, maka hukumnya berubah menjadi haram. Bahkan, amalan-amalan yang mandub (sunnah) sekalipun, jika menjadi penyebab ditinggalkannya amalan-amalan wajib, akan berubah menjadi haram pula.

Artinya, amalan-amalan wajib tidak boleh digugurkan dengan alasan mengerjakan amalan-amalan sunnah, apalagi mubah..

Jihad adalah kewajiban yang terus berlangsung sampai akhir zaman. .. sebagaimana ditunjukkan nash-nash dari Al-Qur’an dan hadits,

Bahkan ia menjadi manhaj ‘Thoifah Mashuroh’ yang terus eksis di setiap zaman, sampai bagian akhir mereka kelak memerangi Dajjal dan mendapat kemenangan dari Allah. Rasulullah Saw. bersabda:

لَا تزَالُ طائفةٌ منْ أمتي يقاتلونَ على الحقِّ ظاهرِينَ على منْ ناوَأَهمْ حتى يقاتلَ آخرُهمْ المسيحَ الدَّجال

Artinya:
Senantiasa ada sekompok dari umatku berperang di atas haq, unggul atas orang-orang yang melawan mereka sampai bagian akhir mereka memerangi Al-Masih Dajjal..
Jihad adalah kewajiban sampai Hari Kiamat bersama amir, baik yang baik maupun yang fajir, saat ada Daulah Islam maupun tidak ada. Ini adalah kesepakatan Ahlussunnah.

Dalam kitab ‘Dirosaat fil Fikril Islamiy’ bab jihad disebutkan:

الجهاد واجب على المسلمين في جميع الأحوال ، في حال وجود الدولة الإسلامية ، أو في حال عدم وجودها ، فهو ماض إلى يوم القيامة مع كل أمير برا كان أو فاجرا . . .

Jihad itu wajib atas muslimin di seluruh keadaan, saat ada negara Islam maupun tidak ada. Ia (tetap) berlangsung sampai Hari Kiamat bersama setiap amir, baik yang baik maupun yang fajir…

Dan itu juga diadospsi oleh An Nabhani, Dalam kitab  الشخصية الإسلامية juz II , An Nabhani mengatakan:

الجهاد فرض مطلق, ليس مقيدا بشيء, و لا مشروطا بشيء فالآية فيه مطلقة . فوجود الخليفة لا دخل له في فرض الجهاد, بل الجهاد فرض سواء كان هناك خليفة للمسلمين أم لم يكن


Jihad merupakan kewajiban yang muthlaq, tidak terikat oleh sesuatu pun dan tidak disyaratkan dengan apa pun, Ayat berikut di dalamnya terdapat hukum yg muthlaq (كتب علسكم القتال) -diwajibkan atas kalian perang- . maka, keberadaan kholifah tidak terkait dengan kewajiban jihad, akan tetap jihad adalah wajib, baik kaum muslimin memiliki kholifah ataupun tidak. (asy syakhshiyyah Al Islamliyyah Juz II, hal 151)

Apabila jihad sudah merupakan amalan wajib meski tidak ada Daulah Islam atau khilafah, bisakah ia gugur karena hal-hal yang mubah seperti ‘Tholabun Nushroh’? Tentu saja tidak. Kalau ‘Tholabun Nushroh’ dijadikan suatu manhaj yang disyari’atkan dalam melakukan perubahan, namun dengan ini kewajiban jihad digugurkan –sampai adanya kholifah- , maka apa yang bisa kita katakan tentang Tholabun Nushroh?

Tentu ‘Tholabun Nushoh’ yang asalnya mubah menjadi haram dilakukan..

[hafmin]

Wahai Umat Muslim, Tolonglah Rohingya!



Kaum Muslimin-Muslimat, Mukminin-Mukminat dimana pun Anda berada.

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh.

Saudaraku rahimakumullah, dalam setahun terakhir ini negeri kita, terutama di Pantai Barat Sumatera, banyak kedatangan tamu-tamu kaum Muslimin Rohingya. Mereka terusir dari negerinya setelah mengalami pembantaian, pembunuhan, genosida, pengusiran secara massif oleh kaum Budha di Myanmar (Burma). Demi menyelamatkan diri, keluarga, dan kehidupan mereka menempuh perjalanan lautan yang sangat berbahaya. Alhamdulillah, sebagian sampai di Indonesia, ada yang sampai di Aceh, Sumatera Utara, dan lainnya.

Nasib saudara-saudara kita Muslim Rohingya itu sangat mengenaskan. Di negerinya mereka dibunuh, diusir, jadi sasaran kezhaliman. Ketika masuk ke wilayah Bangladesh, pemerintah disana juga tidak ramah. Mungkin karena sama-sama miskin, kaum Banggali tidak menerima masuknya Muslim Rohingya. Kemudian mereka terlunta-lunta di lautan, ada yang tenggelam, kelaparan, meninggal di jalan, dan seterusnya.

Anehnya, ketika mereka masuk ke negeri kita, dengan tujuan ke Australia; kita tidak bersikap baik kepada tamu-tamu Rasulullah ini. Karena mereka adalah Muslim, fakir-miskin, terusir dari negerinya, terlunta-lunta karena mengikuti agamanya. Rasulullah Saw sangat perhatian terhadap nasib kaumnya itu, meskipun secara keagamaan mereka masih minim. Setidaknya mereka adalah Muslim, menjadi korban kekerasan karena agama, dan mereka dalam SAFAR (sebagai Ibnu Sabil).

Kita kaum Muslimin tidak menerima mereka, tidak memberi bekalan dan bantuan atas penderitaan mereka. Kita tak melindungi mereka. Negeri kita yang kaya-raya ini seolah tidak memiliki apa-apa untuk dibagi dengan kaum Muslimin Rohingya. Kekayaan negeri ini adalah rizki dan anugerah Allah, tapi kita seolah memonopoli semua itu. Mengapa tidak kita berikan bantuan, berikan perbekalan, atau berikan perlindungan kepada mereka? Setidaknya, kalau kita tak mau menerima mereka, janganlah mempersulit perjalanan mereka untuk mencari penghidupan di muka bumi ini.

Sangat menyedihkan kala kita membiarkan Muslim Rohingya, menahan mereka agar tidak meneruskan perjalanan laut, sementara kita sendiri tak mau membantu mereka. Apa nanti yang akan kita katakan kepada Nabi Saw kalau beliau bertanya tentang Muslim Rohingya ini? Mereka adalah bagian dari kata beliau: Ummati, ummati, ummati (ummat ku).

Setiap Mukmin terikat sikap saling tolong-menolong dengan sesamanya. Allah Ta’ala berfirman: “Innamal mukminuna wal mukminati ba’dhuhum auliya’u ba’dhin” (bahwa orang Mukmin laki-laki dan Mukmin wanita itu, satu sama lain saling tolong-menolong).

Nabi Saw juga bersabda: “Al Muslimu akhul Muslimi, laa yazhlimuhu wa laa yuslimuhu” (Muslim itu saudara Muslim yang lain, tak boleh menzhaliminya atau membiarkannya dizhalimi).

Nabi Saw juga bersabda: “Wallahu fi ‘aunil abdi idza kaanal ‘abdu fi ‘auni akhih” (dan Allah itu akan senantiasa menaungi seorang hamba selama hamba itu menaungi saudaranya).

Kami ingatkan kaum Muslimin untuk mendesak pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, termasuk otoritas pemerintahan di Aceh, agar mereka membantu kaum Muslim Rohingya, memberi bantuan pangan dan kesehatan; memberi tempat bernaung dan berteduh sementara kepada mereka; serta membiarkan mereka meneruskan perjalanan, jika mereka bermaksud menuju negara lain; atau membantu mereka kembali ke negerinya, kalau kita benar-benar tak mampu membantu.

Kita tak akan mati dengan berbagi riszki kepada Muslim Rohingya; kita tak akan miskin dengan memberi mereka bantuan makan dan obat-obatan; kita tak akan hancur karena memberi mereka tempat berteduh dan perlindungan (suaka).

Andaikan kita abaikan mereka, kita berlaku zhalim atas mereka, lalu bagaimana kelak kita akan menghadapi Allah Ta’ala dan kesaksian Rasul-Nya Shallallah ‘Alaihi Wasallam?

 http://indonesia4rohingya.org/rekening-donasi-rohingya-arakan/


Selain kita perlu terus gaungkan seruan pembubaran DENSUS 88 (adzabullahu ‘alaihim wa li kulli ansharihim), dukung perjuangan Ahlus Sunnah di Suriah; kita juga perlu memberi perhatian dan dukungan terhadap kaum fakir-miskin Muslim Rohingya ini. Tunjukkan kepada mereka, bahwa kita bersaudara dan saling tolong-menolong di bawah bendera: Laa ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah.

Saudaraku, andaikan kita tak mau menolong mereka, karena saking bakhil-nya hati dan jiwa kita; setidaknya, biarkan mereka (Muslim Rohingya) bebas untuk mencari jalan kemana saja mereka ingin menuju. Bumi Allah ini luas, kalau di Indonesia mereka tak dapat penghidupan, insya Allah di tempat lain mereka akan mendapat rahmat Allah. Amin ya Mujibas sa’ilin.

Jangan sampai Anda bakhil untuk membantu; tetapi malah menyusahkan mereka, semata untuk memuaskan perasaan kaum kafirin yang tidak mau kedatangan mereka di negerinya.

Allahummanshur Muslim Rohingya aina maa hum. Allahummanshurhum ‘ala kulli ‘aduwwihim wa musykilati hayatihim. Allahummarzuq lahum salamah wa ‘afiyah min kulli zhulmi wal fasad wal harabah wal qatlil kuffar. Allahumma yassir lahum umurahum, warzuq lahum rizqan hasana wa nashran mubina wa hayatan sa’idah. Allahumma dammir ‘alal kuffari budhisiyah fi Myanmar tadmira, zalzil hayatahum zilzalan abada abada, wa farriq ahzabahum firoqatan katsira, wa anzil lahum hizyun syadid wa buka’un alim. Allahummaqtha’ kulli zhalimina fihim ‘ala aidihim wa rijlaihim hatta laa yastathi’una bi kasabin syai’in fi hadzihi hayatid dunya. Amin Allahumma amin ya Mujibas sa’ilin. Wa shallallah ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.

Tolonglah Muslim Rohingya, agar Allah menolong kehidupanmu. Mereka itu tamu Rasulullah di negeri kita.

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh.
(Abu Muhammad Waskito)

Menjijikkan! Ahmad Heryawan & Miss World

Monday, April 8, 2013


Antum suka makan babi? teman ana menjawab, "tidak.. haram! menjijikkan!"... namun ketika ana menanyakan, "antum dukung acara pamer aurat yg didukung ahmad heryawan" seraya menyebut nama salah satu qiyadahnya, ia lalu menjawab dengan jawaban yang tidak sepenuhnya mendukung, namun tidak sepenuhnya juga menolak.

Ana jadi heran, bagaimana kita bisa jijik dengan salah satu dosa besar, dan menganggap biasa dosa yg lain?? padahal memakan babi dan mendukung kontes pamer aurat, adalah sama-sama dosa besar yang menjijikkan. Apakah karena disekeliling kita BIASA mondar mandir orang yang memamerkan aurat, sehingga kita anggap bahwa itu adalah dosa yang biasa. Ataukah karena disekeliling kita TIDAK BIASA ada orang-orang yang memakan babi, sehingga kita anggap bahwa itu adalah dosa yang besar daripada dosa yang BIASA terlihat oleh kita.

Tidak perlu ana nukilkan bagaimana keharaman kontes putri-putrian ini dalam sudut pandang islam, dan tidak perlu ana tuliskan beberapa kaidah fiqih yang menyatakan haramnya tolong menolong dalam sesuatu yang menuju keharaman. Kalian semua pasti sudah sangat mengerti....

Namun ada satu yang ana rasa perlu diingatkan kembali. Meskipun tujuan Ahmad Heryawan mendukung penyelenggaraan kontes pamer aurat di Bogor ini bertujuan 'baik', yakni untuk menarik wisatawan dalam negeri dan luar negeri sehingga bisa membawa devisa untuk masyarakat Bogor...

Cukuplah nasihat Sayyid Quthb dalam Risalah ila Ukhti Muslimah, sebagai pengingat, “Sulit sekali rasanya aku akan membayangkan bagaimana mungkin kita akan mencapai tujuan mulia dengan menggunakan cara hina. Sungguh tujuan yang mulia tidak bisa hidup kecuali dalam hati yang mulia. Lalu bagaimana mungkin hati yang mulia itu akan sanggup menggunakan cara yang hina?

Dan lebih jauh dari itu bagaimana mungkin ia menemukan cara yang hina itu? Ketika kita akan mengarungi telaga berlumpur ketepi sana, pastilah kita akan mencapai pantai dengan berlumuran lumpur pula. Lumpur-lumpur jalanan itu akan meninggalkan bekas pada kaki kita, dan pada jejak keki kita. Begitu pula kalau kita menggunakan cara hina, najis-najis itu akan menempel pada ruh kita, akan membekas pada ruh itu dan pada tujuan yang telah kita capai juga.

Sebenarnya cara dalam ukuran ruh, merupakan bagian dari tujuan. Dalam alam ruh, tidak ditemukan perbedaan dan pemisahan antara keduanya. Hanya perasaaan manusiawi sajalah yang tidak akan sanggup menggunakan cara hina untuk mencapai tujuan yang mulia. Dan dengan sendirinya pula ia akan terhindar dari teori “tujuan menghalalkan cara”. Teori itu merupakan hikmah terbesar bangsa Barat, karena bangsa Barat itu hidup dengan akalnya, dan dalam keadaan demikianlah ditemukan perbedaan dan pembagian antara cara dan tujuan.”

dan akan ana tutup dengan sebuah firmanNya

”Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras dalam hukuman-Nya.”  (Q.S Al-Maidah : 42)


Ide Gila! Membangun Tugu Kuntilanak, Penting kah? Syar'i kah?

Friday, April 5, 2013

Pemkot Kota Pontianak berencana membuat tugu Kuntilanak, sebagai icon kota Pontianak. Hal ini dimaksudkan agar dapat menarik wisatawan ke Kota Pontianak. Saya secara pribadi, jelas menolak hal ini karena:

[1]  Masih ada tugu yang namanya dikenal secara internasional, yakni tugu khatulistiwa. Pertanyaannya, kenapa meski memiliki tugu khatulistiwa, namun wisatawan tetap kurang tertarik datang ke Pontianak dengan alasan untuk melihat ke tugu khatulistiwa ini? so, Tugu khatulistiwa saja TIDAK membuat wisatawan tertarik, kenapa begitu yakin bahwa tugu kuntilanak akan membuat wisatawan tertarik? [silahkan jawab sendiri]

[2] Sebaiknya anggaran untuk membuat tugu kuntilanak, dialihkan untuk memperbaiki dan mengembangkan kawasan Tugu Khatulistiwa "yang tidak menarik itu", atau digunakan untuk menambah armada pasukan kuning (kebersihan), untuk membersihkan sampah-sampah di kota pontianak yang kini kian bertambah banyak volumenya, sehingga manfaatnya dirasakan oleh kebanyakan masyarakat kota Pontianak. Tidak seperti tugu kuntilanak, yang palingan hanya dijadikan tempat berfoto atau jangan-jangan cuma buat bundaran jalan raya?!

[3] Salah satu alasan lainnya untuk membangun Tugu Khatulistiwa, adalah karena ingin ikut-ikutan seperti kota kuching, malaysia, yang memiliki tugu kucing sebagai ikon kotanya. Saya jadi tambah heran, memangnya para wisatawan datang ke kuching itu dikarenakan adanya tugu kucing? dan sejak kapan kota kuching jadi kota tujuan wisata utama di Malaysia? lagipula, kenapa mesti ngikut-ngikut sedangkan Kota Pontianak sebenarnya telah memiliki tugu khasnya, tugu khatulistiwa.

[4] Jika ingin mengambil contoh wisata dari Malaysia, contohlah kota Kinabalu, Sabah.. bukan kota Kuching. Jika dikatakan bahwa Kota Pontianak lebih mirip kondisinya dengan Kota Kuching, karena Kinabalu lebih menekankan wisata alam gunung dan pantai yang itu tidak dimiliki Kota Pontianak. Maka sebenarnya Kota Pontianak memiliki potensi wisata alam juga, yakni sungai terpanjang di Indonesia, jika pemkot bisa menata DAS (Daerah Aliran Sungai) Kapuas agar seperti di luar negeri, saya rasa itu cukup menjanjikan menjadi penarik wisatawan, karena hanya ada di Kota Pontianak, tidak ada ditempat lain. Daripada hanya sekedar semen yang dibentuk mirip kuntilanak, di luar negeri juga banyak patung-patung setan.

[5] Jangan terpaku dengan membuat hal-hal yang baru, yang sudah ada saja dulu yang dimaksimalkan. Karena buat apa membuat hal yang baru, jika nantinya juga akan diabaikan.

 ~[]~

Terlepas dari itu semua, sebenarnya ada satu hal yang membuat saya sangat khawatir mengenai Tugu Kuntilanak ini, sehingga saya begitu 'peduli' dengan ide satu ini, seandainya hendak membuat tugu yang lain, tentu lah tidak akan saya perdulikan.... lalu kenapa? yakni karena ada potensi, tugu ini untuk menjadi tempat kesyirikan.

Ya ikhwah, ini adalah patung dari seorang kalangan JIN! Kuntilanak itu dari kalangan JIN, bukan manusia.

“Sesungguhnya Ummi Habibah dan Ummi Salamah –radhiyallahu ‘anhuma- pernah bercerita kepada  Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- tentang sebuah gereja yang dilihatnya di Habasyah, yang di dalamnya terdapat patung dan gambar-gambar. Mendengar itu,  Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda; mereka itu adalah orang-orang yang bila seorang laki-laki shaleh diantara mereka meninggal, maka mereka pun membangun tempat ibadah di atas kuburannya dan membuat patung serta lukisannya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah pada hari kiamat.” (HR. Bukhari, (1 / 437)

Membuat patung orang yang shaleh saja masih dicela, apalagi patung seorang JIN!

lho?? tapi kan ini hanya TUGU, bukan untuk disembah..

Ketahuilah, sesungguhnya awal kesyirikan bermula dari pembuatan patung, yang pada akhirnya menjadi sembahan selain Allah. Allah berfirman;

“Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, dan melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr [wadd, suwwa', yaghuts, ya'uq dan Nasr adalah nama-nama berhala yang terbesar pada qabilah-qabilah kaum Nuh]“. (Nuuh; 21-23)

Disebutkan tentang tafsir ayat ini;

“Nama-nama tersebut adalah nama bagi berhala-berhala yang dahulunya mereka sembah selain Allah. Nama-nama itu adalah nama orang-orang shaleh diantara mereka. Ketika orang-orang itu meninggal, syaithan datang menyampaikan kepada mereka untuk membuat patung dan gambar-gambar orang-orang shaleh tersebut sebagai pemberi motivator bagi mereka dalam melakukan ibadah dan ketaatan kepada Allah. Namun setelah meninggalnya para generasi tua dan berlalunya waktu yang lama, serta munculnya generasi baru; datanglah syaithan menghembuskan was-was kepada para generasi baru itu, menyatakan bahwa para generasi pendahulu tidaklah membuat patung-patung itu melainkan untuk disembah dan dijadikan sebagai perantara dalam beribadah (berdoa) kepada Allah (tawassul). Demikianlah hikmah diharamkannya membuat patung dan gambar-gambar serta membangun kubah (atau yang semacamnya) di atas kuburan, yaitu karena seiring dengan perputaran waktu, pautng dan gambar-gambar tersebut akan dijadikan sembahan selain Allah oleh orang-orang bodoh di antara manusia.” (At Tafsir al Muyassar, (10 / 270)

Terlebih dengan hendak menjadikan Kota Pontianak sebagai Kota Hantu, dengan icon tugu Hantu pula, ini merupakan pendidikan yang tidak cerdas dan sangat buruk bagi anak-anak kaum muslimin. Karena jika mereka diajarkan untuk memiliki rasa takut dengan hantu, jin, dan sebangsanya.. maka itu dapat menjerumuskan kedalam syirik. Rasa takut ini, termasuk dalam Khaufus Sirr. Yakni adalah rasa takut yang dialami seorang hamba terhadap selain Allah bahwa makhluk tersebut, dengan kuasa dan kehendaknya, dapat menyebabkan bahaya pada si hamba walaupun tanpa interaksi (Taisiirul ‘Aziz, 1/23)


Boleh jadi kita tidaklah akan demikian, boleh jadi kita ini pemberani dan faham tauhid, dan BIASA AJA dengan kehadiran Tugu Kuntilanak. Tapi apa kita bisa menjamin bahwa seluruh masyarakat bisa bersikap seperti kita? dan diluar hal ini, bisakah kita menjamin bahwa Allah tidak akan murka dengan dibuatnya patung ini, yang mana itu telah dilarang jelas dalam agama kita ini.

Masih ingin membuat tugu?

Sa’id bin Abi al Hasan -rahimahullah- berkata;

“Saya pernah bersama Ibnu Abbas –radhiyallahu anhuma, ketika seorang lelaki mendatanginya dan berkata; Wahai Abu ‘Abbas, sesungguhnya saya ini adalah seorang yang hidup dari membuat shurah (patung). Ibnu Abbas –radhiyallahu anhuma- berkata; kalau demikian saya tidaklah mengabarimu kecuali apa yang saya dengarkan dari  Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-. Saya mendengarkan Beliau bersabda; Barangsiapa membuat shurah, maka sesungguhnya Allah akan mengazabnya hingga ia mampu memasukkan ruh ke dalam tubuh makhluk yang dibuatnya itu, sedangkan ia tidak akan pernah sanggup untuk itu. Mendengar hal tersebut, laki-laki itu menjadi galau hingga raut wajahnya menguning. Ibnu ‘Abbas berkata; jika engkau tetap saja ingin membuat shurah, maka buatlah shurah pepohonan atau makhluk lain yang tidak bernyawa.” (HR. Bukhari, (5 / 476)

wallahua'alam

Pontianak,  6 April 2013
 
Support : Al-Mustaqbal.Net | Jamaah Tarbiyah | Ansar Mujahideen
Copyright © 2013. Catatan Anak Mushola Di Pontianak - All Rights Reserved
Saya hanya berusaha menanggapi berbagai peristiwa yang terjadi
dengan kapasitas ilmu yang saya miliki